Kendari, SATUSULTRA – Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra), dianggap berhasil dalam pemanfaatan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur. Hal itu lantas membuat Bank Dunia atau World Bank menawarkan pinjaman dalam bentuk obligasi kepada Pemprov Sultra.
Bank dunia merupakan lembaga internasional yang memberikan dukungan berupa dana kepada daerah daerah berkembang. Saat melihat perkembangan pembangunan yang ada di Sultra, utamanya pembangunan Rumah Sakit (RS) Jantung dan Pembuluh Darah Oputa Yikoo, Bank Dunia menganggap Pemprov Sultra berhasil dari segi pembiayaan. Lembaga keuangan dunia itupun menawarkan pinjaman dalam bentuk obligasi daerah kepada Pemprov Sultra, untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur lainnya di Sultra.
Penawaran itu dilakukan dalam pembahasan secara virtual yang dilakukan antara pihak World Bank dengan Pemprov Sultra, yang diikuti Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) J Robert, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Basiran Lazaidi.
Seperti diketahui, World Bank meminjamkan uang kepada PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), untuk pembiayaan pembangunan RS Oputa Yikoo.
baca juga : “Sultra dalam pikiran Ali Mazi”, Arahkan Kampus Jadi Pendorong Program Unggulan Pemprov
Kepala Badan Pengelola keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, Basiran mengatakan, World Bank mensurvey, melakukan wawancara para pemangku kepentingan, untuk mengetahui tentang kebijakan pembiayaan utang daerah. World Bank pemberi dukungan teknis pembiayaan infrastruktur, yang bekerjasama dengan SMI. World Bank juga mencari informasi tentang instrumen pembiayaan yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Sultra.
“Bank Dunia menawarkan bagaimana ke depannya terkait dengan pinjaman daerah untuk pembiayaan itu, karena pinjaman daerah kan sifatnya pinjaman konvensional. Ada juga pinjaman dalam bentuk obligasi daerah,” jelas Basiran, saat ditemui diruang kerjanya. Kamis (7/7/2022)
Menyangkut obligasi daerah kepada Pemda, untuk pembangunan infrastruktur, menurut Basiran, dibutuhkan sosialisasi yang baik oleh Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Bagaimana mekanisme, prosedur. Selain itu pula, dibutuhkan persetujuan DPRD, sebagai Lembaga penyelenggara pemerintahan di daerah.
Orang nomor satu di BPKAD itu menambahkan, pada hakikatnya Pemda mengandalkan PAD dan dana transfer dari pusat, akan sulit untuk melakukan pembangunan infrastruktur yang berskala besar. Kemudian, bila untuk membangun infrastruktur yang begitu banyak, Pemda tak bisa hanya dengan mengandalkan biaya dari APBD setiap tahunnya.
Selama ini pinjaman kepada Pemda yang berupa pinjaman konvensional yang dipinjam dari Bank Daerah, maupun Bank Komersial lainya, termasuk melalui SMI. Oleh sebab itu, Pemda membutuhkan alternatif.
“Terpenting pinjaman tidak terikat pada masa jabatan Kepala Daerah, yang tidak membebani dengan bunga terlalu tinggi, prosedur metodenya tidak terlalu panjang,” sebut Basiran.
Lebih lanjut Basiran menuturkan, World Bank juga mencontohkan pinjaman obligasi daerah yang sudah dilakukan Pemprov Jawa Barat dan Pemprov DKI Jakarta. Namun menurutnya, kedua Pemprov tersebut memiliki kapasitas fiskal yang tinggi, berbeda jauh dengan Pemprov Sultra, juga Pemprov lainnya di Kawasan Timur Indonesia.
Fiskal Sultra masih rendah, menuju sedang. Karena itu butuh pemahaman yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah sebagai pemangku kepentingan, dalam pelaksanaan pinjaman tersebut.
“Kami minta perlu ada sosialisasi yang paripurna, termasuk ada peraturan pelaksanaan dalam bentuk Permendagri, terkait pinjaman obligasi ini. Saat ini masih pinjaman konvensional melalui PT SMI, tapi pinjaman ini tergantung dengan masa jabatan Kepala Daerah. Tentunya dalam melakukan pinjaman itu bilamana pinjaman yang ada sudah terlunasi, baru melakukan pinjaman lagi. Tidak mungkin kita pinjam di PT SMI, baru kita mau pinjam lagi dalam bentuk obligasi daerah,” pungkas Basiran. (c)
Reporter : Putra Butuni
Editor : Linri
Komentar