Oleh : Tri R.S., S.Pi., M.M
Era globalisasi telah menuntut manusia untuk terus maju dan bertumbuh. Setiap negara berlomba untuk menjadi yang terdepan dalam menciptakan sebuah terobosan baru dan tentu hal tersebut tidak lepas dari peran sumber daya manusia yang unggul didalamnya. Sumber daya manusia yang unggul dalam hal ini adalah keterlibatan laki-laki dan khususnya perempuan.
Persaingan dunia kerja tidak hanya melibatkan kaum pria terlibat di dalamnya, tetapi juga bagaimana perempuan bisa ikut andil dalam mengisi sektor-sektor penting yang memang mereka mampu di dalamnya. Saat ini, perempuan bahkan tidak lagi dibatasi dalam dunia kerja, dimana yang dulunya hanya bisa mengurus rumah tangga, namun karena adanya kesetaraan gender yang mengharuskan perempuan untuk bisa terlibat aktif di dalamnya, sekarang bahkan telah diberikan ruang gerak yang sama dengan kaum pria meski tidak sepenuhnya mengisi semua sektor.
Jika membahas perempuan dalam keterlibatannya di dunia kerja saat ini memang menjadi salah satu topik yang sangat krusial untuk dibahas. Bagaimana tidak, dengan tekhnologi yang semakin canggih dan persaingan negara-negara maju telah memberikan motivasi besar bagi sebagian negara berkembang untuk bisa bersaing dalam era globalisasi saat ini.
Sebagai negara berkembang, indonesia khususnya dalam dunia politik telah memberikan ruang gerak 30% bagi perempuan untuk ikut berperan didalamnya, menyampaikan aspirasi dan ide-ide mereka bagaimana kesetaraan dalam segala aspek, perempuan bisa terlibat didalamnya.
Di industri kerja, baik sektor manufaktur & BUMN perempuan diberikan hak yang sama untuk bisa mengembangkan skill yang ada dalam diri mereka. Dalam sektor Pendidikan, hampir 40% keterlibatan mereka dalam mencerdaskan anak bangsa sebagai generasi penerus yang akan membawa bangsa ini ke dunia international yang nantinya tidak lagi menjadi negara berkembang tetapi bisa menjadi negara maju dengan kepadatan penduduk 282.477.584 jiwa.
Jika kita melihat era modern saat ini, emansipasi wanita telah berkembang dan meluas ke dalam aspek-aspek kehidupan seperti pekerjaan, pendidikan, politik, dan ekonomi. Dalam aspek pekerjaan, tidak sedikit keputusan bisnis seorang pekerja perempuan berdampak terhadap kemajuan suatu perusahaan, dan hal itu menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki peran penting di dalam mengembangkan dan mencapai tujuan bisnis dari suatu perusahaan.
Data survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan pada tahun 2022 mencapai 52,74 juta pekerja. Jumlah pekerja perempuan tersebut setara dengan 38,98% dari total pekerja yang ada di Indonesia. Selain itu, persentase tersebut mengalami peningkatan dari data BPS tahun sebelumnya (2021) yaitu 33,64%. Berdasarkan data survei tersebut, dapat menjadi bukti bahwa emansipasi wanita dalam dunia kerja terus berkembang ke arah yang lebih baik, serta peran perempuan di dalam pekerjaan tidak begitu saja dipandang sebelah mata.
Seiring berjalannya waktu, upaya emansipasi wanita telah diterapkan di berbagai lingkungan masyarakat, tidak terkecuali di lingkungan pekerjaan. Banyak usaha-usaha sederhana yang dapat di lakukan untuk menerapkan emansipasi wanita di tempat kerja. Berikut ini adalah langkah-langkah sederhana yang dapat diterapkan untuk mendorong peran perempuan dalam dunia kerja:
Dunia globalisasi telah merubah pandangan dan stigma tentang Perempuan dalam dunia kerja. Pada masa lalu, perempuan sering kali terbatas pada peran tradisional sebagai pengurus rumah tangga dan ibu rumah tangga. Namun, seiring dengan berbagai perubahan sosial dan perkembangan kesetaraan gender, perempuan telah mampu memasuki dunia kerja dan mencapai berbagai prestasi. Mereka kini memiliki akses yang lebih besar ke pendidikan tinggi dan peluang karier yang lebih luas.
Akan tetapi, tantangan muncul ketika perempuan yang bekerja di luar rumah masih dihadapkan pada beban tugas rumah tangga yang berat. Banyak suami masih enggan untuk ikut serta dalam pekerjaan rumah tangga, dengan alasan bahwa itu adalah urusan perempuan. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam pembagian kerja dan memberikan beban tambahan pada perempuan.
Ketidaksetaraan gender dalam pembagian kerja rumah tangga tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga memengaruhi kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Hubungan suami-istri yang seharusnya merupakan sumber dukungan dan kerja sama dapat terganggu, yang pada gilirannya dapat berdampak pada perkembangan anak-anak sehingga terkadang anaklah yang menjadi korban keegoisan orang tua.
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu ada perubahan budaya yang mendalam. Penting untuk mengubah pandangan masyarakat tentang tugas-tugas rumah tangga dan menekankan pentingnya pembagian kerja yang adil di dalam keluarga. Suami dan istri harus berkomunikasi dengan baik tentang pembagian kerja rumah tangga dan mencari cara untuk mengatasi ketidakseimbangan. Perempuan tidak boleh merasa terbebani oleh peran ganda mereka dan harus merasa didukung oleh pasangan mereka. Suami perlu lebih terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dan tidak hanya memandangnya sebagai tanggung jawab perempuan.
Selain itu, pemerintah dan lembaga-lembaga sosial perlu mendukung inisiatif yang mendorong kesetaraan gender dalam rumah tangga. Program-program pendidikan dan kesadaran gender harus didorong untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu kesetaraan gender dan pentingnya pembagian kerja yang adil.
Pengusaha juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesetaraan gender. Mereka perlu memberikan fleksibilitas kerja yang memungkinkan perempuan dan laki-laki untuk mengatasi tugas-tugas rumah tangga tanpa mengorbankan karier mereka. Dengan memberikan opsi kerja jarak jauh, jadwal yang fleksibel, dan dukungan dalam menghadapi tantangan rumah tangga, pengusaha dapat membantu memecahkan masalah ini.
Kesimpulan
Kesetaraan gender dalam pembagian kerja rumah tangga adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih setara dan berkelanjutan. Semua pihak, baik individu, keluarga, maupun masyarakat secara lebih luas, harus berkomitmen untuk menciptakan perubahan positif ini. Dengan kesadaran dan kerja sama bersama, kita dapat memastikan bahwa perempuan tidak lagi merasa terbebani oleh peran ganda mereka, dan kita dapat membangun rumah tangga yang lebih bahagia dan harmonis bagi semua orang untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan terpenuhi dalam segala hal.
Dalam rumah tangga pembagian tugas yang tidak adil merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam perjuangan mencapai kesetaraan gender. Terbukanya kesempatan untuk perempuan dalam pendidikan tinggi dan dunia kerja, ada kebutuhan mendalam untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga. Perempuan yang memainkan peran ganda sebagai pekerja dan pengurus rumah tangga sering menghadapi tekanan ganda dan beban emosional yang berat. Meskipun perkembangan sosial telah membawa perubahan besar, banyak suami masih enggan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, yang menciptakan ketidakseimbangan dalam pembagian kerja.
Pentingnya kesetaraan gender dalam pembagian kerja rumah tangga harus dipahami oleh masyarakat secara luas. Perlu ada perubahan budaya yang mendalam untuk mengubah pandangan tradisional tentang peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Suami dan istri harus berkomunikasi dengan baik dan mencari cara untuk mencapai kesepakatan tentang pembagian kerja yang adil.
Pemerintah, lembaga sosial, dan pengusaha juga memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan ini. Program-program pendidikan dan kesadaran gender harus didorong untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu kesetaraan gender, sementara pengusaha harus memberikan dukungan dalam mengatasi tantangan rumah tangga.
Komunikasi menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan sebuah keluarga Bahagia dan harmonis. Memberikan ruang gerak yang lebih bagi kaum perempuan dalam mengembangkan skill yang mereka miliki adalah sebuah peluang dan kesempatan bagi mereka untuk bisa berkembang.
Kesetaraan gender dalam pembagian kerja rumah tangga adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih setara dan berkelanjutan. Semua pihak, baik individu, keluarga, maupun masyarakat secara lebih luas, harus berkomitmen untuk menciptakan perubahan positif ini. Dengan kesadaran dan kerja sama bersama, kita dapat memastikan bahwa perempuan tidak lagi merasa terbebani oleh peran ganda mereka, mereka bisa mengembangkat skill dengan ikut terlibat dalam bekerja di luar rumah tangga. (*)
Komentar