Hasil Panen Petani Diserbu Tengkulak, Bupati Amri Tegaskan Kehadiran Pemerintah

Kolaka, SATUSULTRA – Para petani di Kabupaten Kolaka terancam tidak mendapat hasil maksimal dari kerja keras mereka menanam padi. Sebab, hasil panen mereka menjadi incaran tengkulak yang membeli dengan meminta potongan dari berat total gabah yang diproduksi. Tentunya, hal ini membuat pendapatan petani ikut tergerus.

Hal itu menjadi salah satu sorotan Bupati Kolaka H.Amri saat melaksanakan Rapat Koordinasi bersama Forkopimda di salah satu warung kopi, Kamis (22/5/2025) pagi. Bahkan para tengkulak ini ungkap Amri, terindikasi menjual nama Bulog kepada petani, seolah mereka mendapat mandat dari Bulog untuk membeli langsung dari petani.

“Ini yang coba kita minimalisir, jangan buat gaduh di bawah (tingkat petani, red). Karena hari ini indikasinya ada yang mengatasnamakan Bulog untuk membeli gabah yang kemudian merugikan petani di Kolaka,” ungkap bupati.

Namun Amri mengungkapkan, pemerintah dan Bulog dengan cepat berusaha merespon hal tersebut. Saat ini, telah dibuat kesepahaman antara Kementerian Pertanian bersama TNI dan Polri untuk mengatasi polemik tengkulak di tingkat petani.

“Kepala Bulog sudah sampaikan ada kerjasama dari Kementerian Pertanian dengan TNI/Polri, keputusannya Babinsa, Babinkamtibmas, menunggu perintah dari Kapolres dan Dandim untuk mentracking, ,” jelas Bupati Amri.

Kepala Bulog Kolaka Deni Narde menerangkan praktek tengkulak telah terjadi dalam waktu yang sangat lama, namun terpangkas usai pemerintah mengubah kebijakan terkait Bulog yang sebelumnya hanya membeli dalam bentuk beras, kini menjadi gabah. Pemerintah telah menetapkan pula harga Gabah Kering Panen (GKP) sebagai patokan sebesar Rp6.500 yang berlaku nasional.

Namun, kali ini praktek tengkulak berganti, tidak lagi membeli dengan harga murah ke petani, tapi meminta potongan berat timbangan gabah kepada petani, dengan dalih keuntungan untuk mereka.

“Kalau dulu saat Bulog masih membeli beras dari petani, tengkulak masih bisa nego harga dengan petani misalkan harga Rp6.500 bisa dinego Rp6000 sehingga dapat untung Rp500. Namun saat ini tidak bisa dinego. Makanya mereka biasanya memotongnya dari berat timbangan itulah keuntungannya. Misalkan 100kg dia minta potongan, misalkan 5kg untuk keuntungannya,” ujarnya.

Untuk mengatasi para tengkulak ini Bulog meminta kerjasama pemerintah daerah untuk menyediakan sarana prasarana agar bisa menyerap 100 persen hasil pertanian masyarakat secara maksimal.

“Misalnya Bulog menyerap 40 ton, sementara produktivitas itu 100 ton. Jadi 60 ton itu tidak bisa kami serap. Sehingga 60 ton ini di serap oleh tengkulak dan di bawah ke Sulawesi Selatan yang mempunyai alat yang lebih besar,” paparnya.

Ia berharap, kedepannya ada sarana prasarana yang bisa disediakan untuk menampung semua hasil pertanian khususnya gabah ini, agar biar bisa di simpan di gudang sebagai cadangan beras pemerintah.

“Salah satunya sarana dan prasarannya mungkin properti penambahan gudang, terutama alat pengering gabah,” tandasnya. (*)

Reporter : Iki

Please follow and like us:
Pin Share

Komentar