Kolaka, SATUSULTRA – Ditengah panen padi, para petani di Kabupaten Kolaka justru diliputi keresahan. Bagaimana tidak, harga Gabah Kering Panen (GKP) mereka dibeli dengan harga dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Pemerintah telah menetapkan HPP sebesar Rp6.500 perkilo gram. Namun ditingkat petani, gabah mereka dihargai Rp5.500 perkilo.
Harga gabah yang rendah tersebut menjadi salah satu keluhan yang disampaikan masyarakat di Kecamatan Samaturu, Wolo, dan Iwoimendaa, pada saat reses kegiatan DPRD Kolaka baru-baru ini. Petani merasa dirugikan karena harga gabah hasil panen mereka dibeli di bawah harga HPP.
“Beberapa titik yang datangi kami, banyak masyarakat yang mengeluhkan harga gabah yang tidak sesuai ketentuan pemerintah. Sesuai Inpres nomor 6 tahun 2025 itu ketetapan HPP sebesar 6.500 per kg, tapi kenyataan di lapangan hari ini harga gabah petani hanya dibeli Rp5.500. Artinya ada Rp1.000 rupiah yang tidak didapatkan oleh petani dan ini sudah ribuan kilogram yang keluar,” ungkap Wakil Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik, dalam rapat paripurna penyampaian hasil reses di Gedung DPRD Kolaka, Jumat (28/9/2025).

Pembelian gabah di bawah harga tersebut disinyalir dilakukan oleh tengkulak (pedagang perantara). Akibatnya petani tidak mendapatkan hasil yang adil untuk hasil panen mereka.
“Penyebab gabah dibeli dengan harga murah diduga karena permainan harga oleh tengkulak. Makanya, kami harap Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus hadir menstabilkan harga gabah di lapangan, sehingga petani kita dapat memperoleh pendapatan yang layak sesuai HPP,” ujar legislator Partai Gerindra itu.
“Selisih 1.000 sudah jelas pasti larinya ke pedagang yang dari luar itu. Kasian petani kita dirugikan Rp1.000 per kilogram. Kalau Rp1.000 dikalikan ribuan kilogram hasil panen mereka, itu sangat luar biasa kerugian petani kita,” tambahnya.
Untuk itu, DPRD Kolaka meminta Bulog harus hadir di tengah kegelisahan petani. Tidak boleh ada alasan Bulog tak mampu membeli hasil panen petani karena gudang sudah penuh.
“Bulog bisa bekerjasama dengan mitra mereka untuk menampung hasil panen petani,” pungkas Syaifullah.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bulog Kolaka Deni Narde menyatakan siap menyerap gabah petani sesuai dengan HPP Rp6.500 per kilogram, meskipun kuota nasional sudah terpenuhi. Hal ini dilakukan untuk memastikan petani di Bumi Mekongga tidak dirugikan akibat permainan tengkulak yang membeli gabah kering di bawah harga. Deni menegaskan, pihaknya siap membeli hasil panen petani sekalipun gudang Bulog Kolaka sudah penuh.
“Tidak ada alasan bagi kami untuk tidak beli gabah petani karena gudang sudah penuh. Tidak ada itu. Gudang bisa dicari untuk saya sewa,” kata Deni saat dihubungi, Minggu (28/9/2025).
Hanya saja, menurut dia, kendala yang dihadapi Bulog Kolaka saat ini tidak memiliki “dana segar”untuk membeli gabah petani. Hal ini disebabkan kuota nasional 3 juta ton pembelian gabah sudah terpenuhi pada 5 September 2025 lalu.
Meski demikian, Deni memastikan Bulog Kolaka masih bisa menyerap gabah dari petani lokal dengan meminta dukungan anggaran dari Badan Pangan Nasional (BPN). Syaratnya, pemerintah setempat harus mengajukan permohonan ke Bulog sebagai dasar Bulog meminta anggaran dari BPN untuk membeli gabah sesuai HPP Rp6.500 per kilogram.
“Kendalanya sekarang anggaran tersedia di pusat bukan di Bulog Kolaka. Jadi, solusinya adalah Pemda atau Dinas Pertanian harus menyurat ke Bulog bahwa di kecamatan ini harga jatuh (tidak sesuai HPP). Itu nanti dasarnya kami untuk meminta anggaran di pusat,” ungkap Deni.
“Karena begini, kalau misalnya saya serap gabah petani di kecamatan Samaturu, anggarannya tidak tersedia di kami. Kasian kan gabahnya petani saya simpan karena anggarannya belum ada,” sambungnya.
Terkait hal ini, Deni mengaku sudah berupaya berkoordinasi dengan instansi terkait di Pemkab Kolaka, namun belum ada respon.
“Saya sudah menyampaikan hal ini ke dinas terkait tapi sampai hari ini belum ada respon. Bulog tidak bisa bekerja sendiri, tapi harus didukung dengan perangkat daerah,” ujarnya.
(*/adv)
Reporter : Iki
Redaktur : Indri










Komentar